NILAI-NILAI
ISLAM DALAM TEMBANG JAWA;
KASUS
KITAB BAYAN BUDIMAN
Abdul
Munir Mulkhan *
Pengantar
Banyak naskah Jawa
klasik yang berbicara tentang Islam dalam perspektif ke-Jawa-an yang semakin
tidak dikenal akibat stigma kejawen sebagai yang jauh dari suasana dan
nilai-nilai Islam. Bahkan naskah yang jelas menjelaskan ajaran Islam dengan
media bahasa Jawa dalam bentuk tembang mengalami nasib serupa. Naskah itu ialah
Kitab Bayan Budiman yang sampai tahun 1960an menjadi bagian dari kehidupan
publik Muslim terutama di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Berdasarkan
kepentingan tersebut makalah ini ditulis guna memenuhi surat Direktur
Pendidikan Tinggi Islam dalam kaitan kegiatan Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-10 bertema
”Menampilkan Kembali Islam Nusantara”. Karena itu pula makalah ini diberi judul
“Nilai-Nilai Islam Dalam Tembang Jawa; Kasus Kitab Bayan Biduman”.
Teori Penyebaran Islam
Kitab Bayan Budiman
tampak pararel dengan pandangan mengenai peran Sufi dalam penyebaran Islam di
Indonesia, terutama di Jawa. Mark R. Woodward menulis: “Studi ini merupakan
upaya menjawab pertanyaan Hodgson mengapa keberhasilan Islam begitu sempurna.”1Yang menjadi salah satu alasan utama
kajian tentang Kitab Bayan Budiman ini.
Selanjutnya, Woodward menyimpulkan bahwa ”Islam Jawa unik, bukan karena ia
mempertahankan aspek-aspek budaya dan agama pra-Islam, tetapi karena
konsep-konsep Sufi mengenai kewalian, jalan mistik dan kesempurnaan
manusia ... konsepsi Jawa tradisional mengenai aturan sosial, rituall, dan
bahkan aspek-aspek kehidupan sosial seperti bentuk-bentuk kepribadian...”2
Kitab Bayan Budiman ditulis tahun 1859 di Pondok Pesantren Umbul Gading
Mlinjon Klaten Jawa Tengah oleh Mursyidi. Berbeda dari Hikayat Bayan Budiman3 yang ditulis dalam bahasa Melayu, judul
buku yang sampai dengan tahun 1960-an biasa dibaca pada saat kelahiran anak itu
berjudul Kitab Bayan Budiman kadang juga disebut Hikayat Bayan Budiman. Sementara Kitab
Bayan Budiman kadang memakai kata Layang atau Serat, ditulis dalam huruf pegon
berbahasa Jawa dalam bentuk tembang.
Di antara dua
naskah kepustakaan tersebut banyak kesamaan, namun yang menarik ialah perbedaan
yang menunjukkan infiltrasi budaya Jawa pada Kitab Bayan Budiman. Infiltrasi
ke-Jawa-an itu bisa dibaca pada penggunaan tembanag sebagai media paparan serta
masuknya tokoh Syekh Siti Jenar. Hal tersebut merupakan kasus yang menarik
dikaji bagaimana tokoh lokal menggunakan pendekatan budaya dalam penyebaran
atau dakwah Islam.
Melalui pendekatan lokal tersebut penjelasan ajaran Islam terutama bidang
tauhid dan syariah bisa diterima masyarakat lokal. Penerimaan masyarakat lokal antara
lain terlihat dari pembacaan tembang mocopat itu antara di dalam setiap
peristiwa kelahiran anak selama beberapa hari terutama di Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Tembang sebagai media memasukkan nilai-nilai Islam lebih bisa dicerna
masyarakat Jawa, terutama lapis bawah. Bait-bait tembang itu diulang-ulang,
bahkan sampai hafal di luar kepala, walaupun seringkali si penghafal tidak juga
memenuhi ajaran syariat tersebut walaupun menjadikannya pedoman perilaku.
Nilai-nilai Islam
jelas terlihat di tembang-tembang dalam Kitab Bayan Budiman seperti dalam
Hikayat Bayan Budiman. Bedanya, Kitab Bayan Budiman sering mengutip ayat-ayat
Al-Qur’an dan Hadits, dalam teks asli ditulis dengan tinta warna merah. Naskah asli berukuran 20 X 33 cm bersampul kulit dengan tebal 440 halaman. Dalam tembang
banyak ditemukan kosa-kata dan nama tempat yang dikenal di Jawa seperti Klaten,
Jombang, Nganjuk, Umbul Gading di Klaten, Dukuh Dempok Wuluhan di Jember.
Berikut ini
beberapa di antara ayat yang terdapat dalam tembang seperti dalam pupuh Pangkur
bait 14: “Ajrih marang sanak tonggo//
Langkung wirang mulane kenalono neki// Anjungkung mertobatipun// Wus jangkep
sarate tobat lan donga// Anepungi dateng dalil Qur’anipun innallah yuhibbu al-tawwabin wa yuhiibu al-mutathohhirin.4//
Dalam pengantar
bait pertama disebutkan bahwa “Tetkolo
miwiti nulis// ing dino Rebo puniko// nuju wage
pasarane” Di bait kedua disebutkan “Wismane ingkang nulis Kelaten ingkang
nomo kutho// Ing Mlinjon nomo kampunge.”
Sementara di bait ketiga disebutkan “Namane
pun Mursyidi. Panurune ono pondok// Umbul Gading.
Iku pondok ora rejo.”
Pada bagian akhir
yaitu Pupuh Asmorondono bait 54 disebutkan “Ingkang
darbe serat puniki// Ngabdul Jalal ingkang nomo// Deso Dukuh
wismane.” Nilai-nilai Islam dan ke-Jawaa-an bisa dibaca dalam
kutipan tembang berikut ini. Pupuh Asmorondono bait 19, 20 dan 24:
“Sasmito
kang kaping ratri
Rongko
manjing curigo
Roh idofi upamane
Dumunung neng alam misal
Tegese yo alam ajsam
Kang mengku melire suwung
Suwunge kahan tunggal
Tunggale kawulo gusti
Sorahe koyo wong solat
Munajat lan pangeran
Tambuh gusti lan kawulo
Lawan kang sinembah
Ora luru wujudipun
Lir kencono lan wungko”
”Sampurno asmane Jenar
Ilan jenenge tembogo
Sakwuse mulyo arane
Ananging ingkang gumebyar
Iyo cahyane kencono
Pumo ojo salang surup
Campure gusti kawulo
Ora arah ngarep buri
Aparek ora kepuran
Anging kabeh usike
Barengan kodrattullah”
”Kaping pat sasmito iki
Wong bisu mutus perkoro
Lir kitab qur’an misile
Pirang-pirang ewu wohe sagunging tingkah
Kang den turut sarine kitab
Sayekti ugo putus
Den misil bongso Jowo”
Kesimpulan
Seperti tembang gubahan Ronggowarsito5 dan
Pakubuwono IV,6 tembang-tembang Kitab Bayan Budiman sarat pola pikir
Islam dalam tradisi Jawa atau cara orang Jawa memahami Islam.7 Karena itu penting dikaji dan diteliti naskah
lama yang sebagian hilang ditelan usia akibat tidak pernah diterbitkan.
Di masa lalu naskah lama itu seperti Kitab Bayan Budiman menjadi wacana
publik yang memberi pengaruh signfikan tumbuhnya kesadaran Islam, kesadaran
sosial dan kemanusiaan yang kaya nuansa Sufi. Baru belakangan
pendekatan yang berorientasi fikih muncul dalam perkembangan dunia pesantren.8
Daftar Pustaka
Mulkhan, Abdul
Munir, 2002 (cet pertama), Makrifat
Burung Surga dan Ilmu Kasampuna Syekh Siti Jenar, Kreasi Wacana,
Yogyakarta.
----------------,
2008, “Kekuasaan Kearifan Hidup dan Moral Kekuasaan Kejawen”, dalam Komaruddin Hidayat & Putut Widjanarko
(ed), 2008, Reinventing Indonesia;
Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa, Mizan, Bandung, hlm 721-753.
----------------,
2002, Makrifat Burung Surga dan Ajaran
Kasampurnan Syekh Siti Jenar, Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Anonim, 1948, Hikajat Bajan Boediman, Balai Poestaka,
Djakarta.
Suseno, Franz
Magnis & S. Reksosilo C.M.,1983, Etika Jawa Dalam Tantangan, Kanisius,
Yogyakarta.
Mulder, Niels,
2001, Mistisisme Jawa, Ideologi di
Indonesia, LKiS, Yogyakarta.
Woodward, Mark
R., 1999, Islam Jawa; Kesalehan Normatif
Versus Kebatinan, LKiS, Yogyakarta.
Hidayat,
Komaruddin & Putut Widjanarko (ed), 2008, Reinventing Indonesia; Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa, Mizan,
Bandung.
Martin van
Bruinessen, 1995, Kitab Kuning Pesantren
dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Bandung.
Endnotes
:
*Dosen Fak Tarbiyah & Keguruan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta
1Mark R. Woodward, Islam Jawa; Kesalehan Normatif Versus
Kebatinan, LKiS, Yogyakarta, 1999, hlm
4.
2Ibid., hlm 352.
3Buku ini kadang disebut berjudul
Hikayat Chodjah Maimoen, Hikajat Chodjah Moebarak atau Tjerita Taifah.
4Untuk
kepentingan identifikasi nilai-nilai Islam dan aspek ke-Jawa-an dalam kutipan
ditulis dengan cetakan merah.
5Abdul Munir Mulkhan, “Kekuasaan
Kearifan Hidup dan Moral Kekuasaan Kejawen”, dalam Komaruddin Hidayat & Putut Widjanarko
(ed), 2008, Reinventing Indonesia;
Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa, Mizan, Badung, hlm 721-753.
6Muslich
KS., Moral Islam Dalam Serat Piwulang
Pakubuwana IV, Disertasi tidak diterbitkan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2004.
7Mark R. Woodward, Islam Jawa; Kesalehan Normatif Versus
Kebatinan, LKiS, Yogyakarta, 1999.
8Martin
van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren
dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Bandung, 1995, hlm
189.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar