Senin, 05 Desember 2011

NILAI-NILAI ISLAM DALAM TEMBANG JAWA; KASUS KITAB BAYAN BUDIMAN



NILAI-NILAI ISLAM DALAM TEMBANG JAWA;

KASUS KITAB BAYAN BUDIMAN



Abdul Munir Mulkhan *



Pengantar

Banyak naskah Jawa klasik yang berbicara tentang Islam dalam perspektif ke-Jawa-an yang semakin tidak dikenal akibat stigma kejawen sebagai yang jauh dari suasana dan nilai-nilai Islam. Bahkan naskah yang jelas menjelaskan ajaran Islam dengan media bahasa Jawa dalam bentuk tembang mengalami nasib serupa. Naskah itu ialah Kitab Bayan Budiman yang sampai tahun 1960an menjadi bagian dari kehidupan publik Muslim terutama di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Berdasarkan kepentingan tersebut makalah ini ditulis guna memenuhi surat Direktur Pendidikan Tinggi Islam dalam kaitan kegiatan Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-10 bertema ”Menampilkan Kembali Islam Nusantara”. Karena itu pula makalah ini diberi judul “Nilai-Nilai Islam Dalam Tembang Jawa; Kasus Kitab Bayan Biduman”.

Teori Penyebaran Islam

Kitab Bayan Budiman tampak pararel dengan pandangan mengenai peran Sufi dalam penyebaran Islam di Indonesia, terutama di Jawa. Mark R. Woodward menulis: “Studi ini merupakan upaya menjawab pertanyaan Hodgson mengapa keberhasilan Islam begitu sempurna.”1Yang menjadi salah satu alasan utama kajian tentang Kitab Bayan Budiman ini.

Selanjutnya, Woodward menyimpulkan bahwa ”Islam Jawa unik, bukan karena ia mempertahankan aspek-aspek budaya dan agama pra-Islam, tetapi karena konsep-konsep Sufi mengenai kewalian, jalan mistik dan kesempurnaan manusia ... konsepsi Jawa tradisional mengenai aturan sosial, rituall, dan bahkan aspek-aspek kehidupan sosial seperti bentuk-bentuk kepribadian...”2

Kitab Bayan Budiman ditulis tahun 1859 di Pondok Pesantren Umbul Gading Mlinjon Klaten Jawa Tengah oleh Mursyidi. Berbeda dari Hikayat Bayan Budiman3 yang ditulis dalam bahasa Melayu, judul buku yang sampai dengan tahun 1960-an biasa dibaca pada saat kelahiran anak itu berjudul Kitab Bayan Budiman kadang juga disebut Hikayat Bayan Budiman. Sementara Kitab Bayan Budiman kadang memakai kata Layang atau Serat, ditulis dalam huruf pegon berbahasa Jawa dalam bentuk tembang.

Di antara dua naskah kepustakaan tersebut banyak kesamaan, namun yang menarik ialah perbedaan yang menunjukkan infiltrasi budaya Jawa pada Kitab Bayan Budiman. Infiltrasi ke-Jawa-an itu bisa dibaca pada penggunaan tembanag sebagai media paparan serta masuknya tokoh Syekh Siti Jenar. Hal tersebut merupakan kasus yang menarik dikaji bagaimana tokoh lokal menggunakan pendekatan budaya dalam penyebaran atau dakwah Islam.

Melalui pendekatan lokal tersebut penjelasan ajaran Islam terutama bidang tauhid dan syariah bisa diterima masyarakat lokal. Penerimaan masyarakat lokal antara lain terlihat dari pembacaan tembang mocopat itu antara di dalam setiap peristiwa kelahiran anak selama beberapa hari terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tembang sebagai media memasukkan nilai-nilai Islam lebih bisa dicerna masyarakat Jawa, terutama lapis bawah. Bait-bait tembang itu diulang-ulang, bahkan sampai hafal di luar kepala, walaupun seringkali si penghafal tidak juga memenuhi ajaran syariat tersebut walaupun menjadikannya pedoman perilaku.

Nilai-nilai Islam jelas terlihat di tembang-tembang dalam Kitab Bayan Budiman seperti dalam Hikayat Bayan Budiman. Bedanya, Kitab Bayan Budiman sering mengutip ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits, dalam teks asli ditulis dengan tinta warna merah. Naskah asli berukuran 20 X 33 cm bersampul kulit dengan tebal 440 halaman. Dalam tembang banyak ditemukan kosa-kata dan nama tempat yang dikenal di Jawa seperti Klaten, Jombang, Nganjuk, Umbul Gading di Klaten, Dukuh Dempok Wuluhan di Jember.

Berikut ini beberapa di antara ayat yang terdapat dalam tembang seperti dalam pupuh Pangkur bait 14: “Ajrih marang sanak tonggo// Langkung wirang mulane kenalono neki// Anjungkung mertobatipun// Wus jangkep sarate tobat lan donga// Anepungi dateng dalil Qur’anipun innallah yuhibbu al-tawwabin wa yuhiibu al-mutathohhirin.4//

Dalam pengantar bait pertama disebutkan bahwa “Tetkolo miwiti nulis// ing dino Rebo puniko// nuju wage pasarane Di bait kedua disebutkan “Wismane ingkang nulis Kelaten ingkang nomo kutho// Ing Mlinjon nomo kampunge.” Sementara di bait ketiga disebutkan “Namane pun Mursyidi. Panurune ono pondok// Umbul Gading. Iku pondok ora rejo.”

Pada bagian akhir yaitu Pupuh Asmorondono bait 54 disebutkan “Ingkang darbe serat puniki// Ngabdul Jalal ingkang nomo// Deso Dukuh wismane.” Nilai-nilai Islam dan ke-Jawaa-an bisa dibaca dalam kutipan tembang berikut ini. Pupuh Asmorondono bait 19, 20 dan 24:



“Sasmito kang kaping ratri

Rongko manjing curigo

Roh idofi upamane

Dumunung neng alam misal

Tegese yo alam ajsam

Kang mengku melire suwung

Suwunge kahan tunggal

Tunggale kawulo gusti

Sorahe koyo wong solat

Munajat lan pangeran

Tambuh gusti lan kawulo

Lawan kang sinembah

Ora luru wujudipun

Lir kencono lan wungko”





”Sampurno asmane Jenar

Ilan jenenge tembogo

Sakwuse mulyo arane

Ananging ingkang gumebyar

Iyo cahyane kencono

Pumo ojo salang surup

Campure gusti kawulo

Ora arah ngarep buri

Aparek ora kepuran

Anging kabeh usike

Barengan kodrattullah”



”Kaping pat sasmito iki

Wong bisu mutus perkoro

Lir kitab qur’an misile

Pirang-pirang ewu wohe sagunging tingkah

Kang den turut sarine kitab

Sayekti ugo putus

Den misil bongso Jowo



Kesimpulan

Seperti tembang gubahan Ronggowarsito5 dan Pakubuwono IV,6 tembang-tembang Kitab Bayan Budiman sarat pola pikir Islam dalam tradisi Jawa atau cara orang Jawa memahami Islam.7 Karena itu penting dikaji dan diteliti naskah lama yang sebagian hilang ditelan usia akibat tidak pernah diterbitkan.

Di masa lalu naskah lama itu seperti Kitab Bayan Budiman menjadi wacana publik yang memberi pengaruh signfikan tumbuhnya kesadaran Islam, kesadaran sosial dan kemanusiaan yang kaya nuansa Sufi. Baru belakangan pendekatan yang berorientasi fikih muncul dalam perkembangan dunia pesantren.8





























Daftar Pustaka

Mulkhan, Abdul Munir, 2002 (cet pertama), Makrifat Burung Surga dan Ilmu Kasampuna Syekh Siti Jenar, Kreasi Wacana, Yogyakarta.

----------------, 2008, “Kekuasaan Kearifan Hidup dan Moral Kekuasaan Kejawen”, dalam  Komaruddin Hidayat & Putut Widjanarko (ed), 2008, Reinventing Indonesia; Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa, Mizan, Bandung, hlm 721-753.

----------------, 2002, Makrifat Burung Surga dan Ajaran Kasampurnan Syekh Siti Jenar, Kreasi Wacana, Yogyakarta.

Anonim, 1948, Hikajat Bajan Boediman, Balai Poestaka, Djakarta.

Suseno, Franz Magnis & S. Reksosilo C.M.,1983,  Etika Jawa Dalam Tantangan, Kanisius, Yogyakarta.

Mulder, Niels, 2001, Mistisisme Jawa, Ideologi di Indonesia, LKiS, Yogyakarta.

Woodward, Mark R., 1999, Islam Jawa; Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, LKiS, Yogyakarta.

Hidayat, Komaruddin & Putut Widjanarko (ed), 2008, Reinventing Indonesia; Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa, Mizan, Bandung.

Martin van Bruinessen, 1995, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Bandung.



Endnotes :



*Dosen Fak Tarbiyah & Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

1Mark R. Woodward, Islam Jawa; Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, LKiS, Yogyakarta, 1999, hlm  4.

2Ibid., hlm 352.

3Buku ini kadang disebut berjudul Hikayat Chodjah Maimoen, Hikajat Chodjah Moebarak atau Tjerita Taifah.

4Untuk kepentingan identifikasi nilai-nilai Islam dan aspek ke-Jawa-an dalam kutipan ditulis dengan cetakan merah.

5Abdul Munir Mulkhan, “Kekuasaan Kearifan Hidup dan Moral Kekuasaan Kejawen”, dalam  Komaruddin Hidayat & Putut Widjanarko (ed), 2008, Reinventing Indonesia; Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa, Mizan, Badung, hlm 721-753.

6Muslich KS., Moral Islam Dalam Serat Piwulang Pakubuwana IV, Disertasi tidak diterbitkan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.

7Mark R. Woodward, Islam Jawa; Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, LKiS, Yogyakarta, 1999.

8Martin van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Bandung, 1995, hlm 189.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar